Tampilkan postingan dengan label Akuntansi Internasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Akuntansi Internasional. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 April 2015

PENCATATAN DAN PENERBITAN SAHAM LINTAS NEGARA



Pengertian saham
Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan. Pengertian saham ini artinya adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau seorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusa­haan.

Pencatatan dan Penerbitan Saham Lintas Negara
Selain mencatatkan diri pada BEI, Perseroan Terbuka dapat pula mencatatkan diri pada Bursa Efek Luar Negeri (dual listing atau cross listing). Ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal Indonesia tidak melarang Perseroan Terbuka Indonesia untuk melakukan penawaran umum di luar negeri dan/atau mencatatkan saham-sahamnya di Bursa Efek Luar Negeri. Ketentuan peraturan pasar modal Indonesia yang berkaitan dengan Perseroan Terbuka yang melakukan penawaran umum dan/atau mencatatkan diri di luar negeri yaitu,
1.      Peraturan Bapepam No. IX.I.3 tentang Penerbitan Foreign Depository Receipt, lampiran dari Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-62/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996. Peraturan ini mewajibkan seluruh Emiten dan/atau Perusahaan Publik yang merencanakan untuk menerbitkanForeign Depositary Receipts, seperti American Depositary Receipts (ADRs), Singapore Depositary Receipts (SDRs), dan Global Depositary Receipts (GDRs) untuk terlebih dahulu melaporkan rencananya tersebut kepada Bapepam-LK dalam rangka untuk memperhatikan perkembangan Bursa Efek dan melindungi kepentingan pemodal dalam negeri. Laporan yang disampaikan tersebut harus mengandung informasi lengkap terutama berkenaan dengan keterlibatan Emiten dan atau Perusahaan Publik serta persyaratan lainnya yang diperlukan dalam penerbitan Foreign Depositary Receipts tersebut.
2.      Peraturan Bapepam-LK No. X.K.7 tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Dan Laporan Tahunan Bagi Emiten Atau Perusahaan Publik Yang Efeknya Tercatat Di Bursa Efek Di Indonesia Dan Di Bursa Efek Di Negara Lain, lampiran dari Keputusan Ketua Bapepam-LK No. Kep-40/BL/2007 tanggal 30 Maret 2007.
Peraturan ini mengatur bahwa dalam hal efek emiten atau Perusahaan Publik tercatat di bursa efek di Indonesia dan bursa efek di negara lain, dimana ketentuan batas waktu penyampaian laporan keuangan berkala dan batas waktu penyampaian laporan tahunan yang ditetapkan oleh Bapepam-LK berbeda dengan ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas pasar modal di negara lain tersebut, maka:
a.       batas waktu penyampaian laporan keuangan berkala dan batas waktu penyampaian laporan tahunan kepada Bapepam-LK dilakukan mengikuti ketentuan di negara lain tersebut;
b.      penyampaian laporan keuangan berkala dan penyampaian laporan tahunan kepada Bapepam-LK dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal yang sama dengan penyampaian laporan keuangan berkala kepada otoritas pasar modal di negara lain;
c.       laporan keuangan berkala yang disampaikan kepada Bapepam-LK dan disampaikan kepada otoritas pasar modal di negara lain wajib memuat informasi yang sama dan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 tentang Laporan Keuangan Berkala; dan
d.      laporan tahunan yang disampaikan kepada Bapepam-LK dan disampaikan kepada otoritas pasar modal di negara lain wajib memuat informasi yang sama dan sekurang-kurangnya memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten dan Perusahaan Publik.
Bursa efek yang dipilih Perseroan Terbuka pada umumnya adalah bursa efek yang mempunyai reputasi baik yang berada di pusat-pusat keuangan dunia. Pada bursa efek-bursa efek tersebut, emiten yang tercatat di sana akan menghadapi daya beli investor asing yang lebih kuat daripada investor lokal. Selain itu, pada bursa efek-bursa efek tersebut, para investor asing tersebut akan lebih mudah untuk menanamkan modalnya pada emiten karena transaksi terjadi di negara si investor tersebut dan bukannya di negara emiten.
Namun demikian, jika dilihat dari sudut pandang perusahaan yang hendak mencatatkan saham-sahamnya tersebut, adalah tidak mudah untuk mencatatkan saham di Bursa Efek Luar Negeri tersebut. Jika suatu perusahaan mencatatkan diri di Bursa Efek Luar Negeri, maka secara otomatis saham-saham yang ditawarkan akan diperlakukan sebagai saham-saham setempat dan tunduk pada ketentuan hukum negara setempat. Jika hukum negara setempat sejalan dengan hukum dimana perusahaan yang bersangkutan didirikan, maka proses pencatatan tersebut tidak akan menemui banyak masalah. Namun jika hukum negara setempat tidak sesuai dengan hukum dimana perusahaan yang bersangkutan didirikan, maka akan menimbulkan permasalahan yang cukup rumit bagi perusahaan tersebut. Selain permasalahan mengenai ketentuan hukum yang berbeda, persyaratan pencatatan saham di Bursa Efek Luar Negeri kadangkala juga sangat memberatkan.
Oleh sebab itu, pada umumnya perusahaan-perusahaan Indonesia yang mencatatkan diri pada Bursa Efek Luar Negeri menggunakan alternatif lain di luar saham, untuk dapat memasarkan saham-sahamnya tersebut kepada investor internasional. Alternatif tersebut adalah dengan menjual sertifikat saham bentuk depository receipt66 (contohnya yaitu American Depository Receipt/ADR atau ADS67 untuk pencatatan di NYSE, NASDAQ atau the American Stock Exchange atau Global Depository Receipt/GDR untuk pencatatan di luar Amerika Serikat, seperti LSE).
Dengan memakai alternatif ini, maka persyaratan pencatatan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dapat menjadi lebih ringan dibanding dengan pencatatan saham-sahamnya secara langsung dan perusahaan terhindar dari masalah perbedaan ketentuan hukum yang berbeda sebagaimana diuraikan di atas, oleh karena yang dicatatkan pada bursa efek yang bersangkutan adalah depository receipt dan bukan saham-saham perusahaan.
Gelombang minat melakukan pencatatan saham lintas batas yang sekarang terjadi pada pasar baru Eropa mengikuti periode tahun 1980-an ketika ratusan perusahaan asing men catatkan sahamnya pada bursa efek di Eropa. Biaya pencatatan saham relatif rendah dan setiap orang melakukannya.

Bukti menunjukkan bahwa perusahaan penerbit saham bermaksud melakukan pencatatan  lintas-batas   di   Eropa   untuk  memperluas   kelompok  pemegang   saham, meningkatkan kesadaran terhadap produk mereka dan atau membangun kesadaran masyarakat terhadap perusahaan, khususnya di negara-negara di mana perusahaan memiliki operasi yang signifikan dan atau pelanggan utama. (Bursa efek di Eropa telah lama mempromosikan manfaat-manfaat ini). Namun demikian, terbukti sedikit saja bahwa manfaat tersebut dapat diwujudkan di dalam pasar Eropa. Kebanyakan ekuitas asing di Eropa Kontinental sangat sedikit diperdagangkan atau tidak diperdagangkan sama sekali, dan hanya memiliki beberapa pemegang saham lokal. Seperti yang dikatakan sebelumnya, selama tahun 1990-an banyak perusahaan asing yang menarik pencatatan sahamnya dari bursa efek di Eropa setelah menyadari sedikitnya manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pencatatan tersebut.

Regulator nasional dan bursa efek sangat berkompetisi dalam pencatatan saham asing dan volume perdagangan, yang merupakan hal penting bagi bursa efek yang berkeinginan untuk menjadi atau mempertahankan posisi sebagai pemimpin global. Sebagai respon, bursa efek dan regulator pasar Eropa telah bekerja untuk membuat akses masuk yang lebih cepat dan lebih murah bagi para perusahaan asing penerbit saham dan pada saat yang bersamaan meningkatkan kredibilitas mereka. Karena pasar Eropa menjadi semakin khusus, setiap pasar menawarkan manfaat unik untuk para penerbit asing.

Banyak perusahaan Eropa mengalami kesulitan ketika memutuskan di mana meningkatkan jumlah modal atau mencatatkan sahamnya. Pengetahuan mengenai berbagai pasar ekuitas dengan hukum, aturan, dan karakter kelembagaan yang berbeda sangat diperlukan saat ini. Yang juga diperlukan adalah pemahaman mengenai bagaimana karakteristik perusahaan penerbit sahain dan bursa efek saling berhubungan. Negara asal, industri, dan besarnya penawaran perusahaan penerbit saham hanyalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Lagi pula, biaya dan manfaat kombinasi pasar yang berbeda biaya dan manfaat kombinasi pasar  yang berbeda  perlu untuk dipahami.

Sumber :
Skripsi “Peranan Notaris” oleh Dian Lindajanti, FH UI, 2010.


AKUISISI DAN MERGER LINTAS BATAS NEGARA

Pengertian Merger dan Akuisisi,
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).

Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).


Jenis-jenis Merger dan Akusisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa cara, yaitu :

a. Merger
Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50% shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang (dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.

b.Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham kedua belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.

c. Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.

d. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target firm. (p.835).
Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :

a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.

b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain.

c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock (p.817-818).


Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat dibedakan :
a. Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang  industri yang sama bergabung.

b. Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau customernya.
c. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.

d. Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003, p.717).

Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi

Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi, yaitu :

a.Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.

b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.

c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.

d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.

e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi.Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.

g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).


Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
Kelebihan
 Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641)
Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642)
Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.

b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.

c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).

d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).

Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643)
Merger Lintas Negara
Definisi:
Merger lintas negara adalah transaksi dimana dua perusahaan dengan tempat-tempat operasi di beberapa negara yang berbeda menyetujui penyatuan kedua perusahaan tersebut dimana kedua perusahaan mempunyain kedudukan yang sederajat.[4] Mendorong keputusan untuk menyatukan operasi atas dasar kedudukan yang sederajat adalah suatu kenyataan bahwa kedua perusahaan mempunyai kemampuan yang jika digabungkan diharapkan bisa menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif yang akan membantu keberhasilan di pasar global.

Alasan – alasan untuk melakukan Merger lintas negara:
Ada lebih dari satu alasan bagi perusahaan untuk melakukan merger lintas negara antara lain : meningkatnya kekuatan pasar, penyelesaian hambatan masuk, biaya pengembangan produk baru, meningkatnya kecepatan mencapai pasar, dan meningkatnya diversifikasi. Dari lima alasan tersebut, satu yang paling mendorong diambilnya keputusan untuk melakukan merger lintas negara adalah keinginan untuk meningkatkan kekuatan pasar.
            Kekuatan pasar adalah produk dari besar (ukuran) perusahaan, tingkat ketahanan keunggulan kompetitif saat itu, dan kemampuannya membuat keputusan saat ini yang akan menhasilkan keunggulan kompetitif baru untuk masa datang.[5] Perusahaan dapat meningkatkan kekuatan pasar mereka melalui akuisisi lintas negara maupun merger lintas negara.

Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan yang hendak melakukan merger (penggabungan) adalah sebagai berikut:

A.        Memenuhi syarat-syarat penggabungan
Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) bahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
a) Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b) kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c) masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Dalam buku Hukum Perseroan TerbatasM. Yahya harahap, S.H (hal. 486) menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.

Lebih lanjut, Yahya harahapmenambahkan bahwa selain syarat tersebut, Pasal 123 ayat (4) UUPT menambah satu lagi syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan perseroan perbankan.

B.        Menyusun rancangan penggabungan
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:
1.         Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun rancangan penggabungan;
2.         Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
a)     nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b)     alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
c)     tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d)     rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e)     laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f)       rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g)     neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h)     cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i)        cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j)       cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k)      nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l)        perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m)    laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n)     kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o)     rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
3.         Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yang menggabungkan diri.

C.        Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan.

Pasal 87 ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Mengutip yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491), penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS.

Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangka penggabungan perseroan yang harus diterapkan dan ditegakkan (Hukum Perseroan Terbatas, M. Yahya Harahap, S.H., hal. 491):
1.   Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
2.   Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mufakat yang digariskan Pasal 87 ayat [1] UUPT dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 89 ayat [1] UUPT, yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagi dari jumlah suara yang dikeluarkan.

Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit:
·      2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS;
·      Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga (lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).

D.        Pembuatan akta penggabungan
Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (lihat Pasal 128 ayat [1] UUPT) yang dibuat:
·      di hadapan notaris; dan
·      dalam Bahasa Indonesia.

Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3] UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan.

Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT maka perlu adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD. Lebih jauh simak Haruskah Merger dan Akuisisi Disetujui Menteri?

E.        Pengumuman hasil penggabungan
Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi Direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dengan cara:
·      diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;
·      dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a) persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b) pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.
(lihat Penjelasan Pasal 133 UUPT).

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:




Sumber :