Pengertian Merger dan
Akuisisi,
Merger adalah
penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger
mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan
begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan
yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang
tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999,
p.598). Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu
perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli
akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil
baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan
yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.640).
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan
membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
(Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Jenis-jenis Merger dan Akusisi
Menurut Damodaran
2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa cara,
yaitu :
a. Merger
Pada merger, para
direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para pemegang
saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50%
shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan
menghilang (dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding
firm.
b.Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan
baru tercipta dan pemegang saham kedua belah pihak menerima saham baru di
perusahaan ini.
c. Tender offer
Terjadi ketika sebuah
perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa persetujuan
manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile
takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap
penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena
bidding firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.
d. Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan
membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target firm.
(p.835).
Pembagian akuisisi
tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka
hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah
bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri
dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik
target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari
bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan
baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara
hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang
di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.
b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga
dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara
membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock
dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan
lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik
perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender
offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target
firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat
mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini,
dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan
dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock
(p.817-818).
Sedangkan berdasarkan
jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat dibedakan :
a. Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di
bidang industri yang sama bergabung.
b. Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan
supplier atau customernya.
c. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi
tidak dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya.
Keuntungannya adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang
sama.
d. Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis
melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003,
p.717).
Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik
melalui merger maupun akuisisi, yaitu :
a.Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang
menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun
diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak
memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan
merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau
mengurangi persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai
ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat
skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan
yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger.
Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam
bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat
dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan
tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat
memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban
keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan
tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada
manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat
membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian
pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan
akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian
pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan
setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang
diakuisisi.Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak,
tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar
perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika
perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah
diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika
sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target
firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan
hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi
untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).
Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
Kelebihan
Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih
murah dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641)
Kekurangan
Merger
Dibandingkan
akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari
para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan
persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.642)
Kelebihan
Akuisisi
Keuntungan-keuntungan
akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara
pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding
firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding
firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat
berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan
melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen
perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan
komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan
perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi
tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham
sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak
menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.643-644).
Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian
akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui
pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar
perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju
pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
b.
Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi
merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara
hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan
Sudomo, 2001, p.643)
Merger
Lintas Negara
Definisi:
Merger lintas negara adalah
transaksi dimana dua perusahaan dengan tempat-tempat operasi di beberapa negara
yang berbeda menyetujui penyatuan kedua perusahaan tersebut dimana kedua
perusahaan mempunyain kedudukan yang sederajat.[4] Mendorong keputusan untuk
menyatukan operasi atas dasar kedudukan yang sederajat adalah suatu kenyataan
bahwa kedua perusahaan mempunyai kemampuan yang jika digabungkan diharapkan
bisa menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif yang akan membantu
keberhasilan di pasar global.
Alasan – alasan untuk melakukan
Merger lintas negara:
Ada lebih dari satu alasan bagi
perusahaan untuk melakukan merger lintas negara antara lain : meningkatnya
kekuatan pasar, penyelesaian hambatan masuk, biaya pengembangan produk baru,
meningkatnya kecepatan mencapai pasar, dan meningkatnya diversifikasi. Dari
lima alasan tersebut, satu yang paling mendorong diambilnya keputusan untuk
melakukan merger lintas negara adalah keinginan untuk meningkatkan kekuatan
pasar.
Kekuatan pasar adalah produk dari besar (ukuran) perusahaan,
tingkat ketahanan keunggulan kompetitif saat itu, dan kemampuannya membuat
keputusan saat ini yang akan menhasilkan keunggulan kompetitif baru untuk masa
datang.[5] Perusahaan dapat meningkatkan kekuatan pasar mereka melalui akuisisi
lintas negara maupun merger lintas negara.
Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan
yang hendak melakukan merger (penggabungan) adalah sebagai berikut:
A. Memenuhi
syarat-syarat penggabungan
a) Perseroan, pemegang saham
minoritas, karyawan Perseroan;
b) kreditor dan mitra usaha
lainnya dari Perseroan; dan
c) masyarakat dan persaingan
sehat dalam melakukan usaha.
Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas”, M.
Yahya harahap, S.H (hal. 486) menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut
bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan
perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
Lebih lanjut, Yahya harahapmenambahkan bahwa selain
syarat tersebut, Pasal 123 ayat (4) UUPT menambah satu lagi
syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan syaratnya,
perlu mendapat “persetujuan” dari “instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal
ini, yang dimaksud Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan
dari instansi terkait adalah Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”.
Antara lain lembaga keuangan bank dan yang non-bank. Sedang yang dimaksud
dengan instansi terkait, antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan
perseroan perbankan.
B. Menyusun
rancangan penggabungan
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan
harus menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal
123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:
1. Direksi
perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima penggabungan menyusun
rancangan penggabungan;
2. Rancangan
penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
a) nama
dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b) alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan
persyaratan Penggabungan;
c) tata
cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap
saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d) rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e) laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3
(tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
f) rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g) neraca
proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia;
h) cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i) cara
penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap
pihak ketiga;
j) cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan
Perseroan;
k) nama
anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l) perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m) laporan
mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
n) kegiatan
utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi
selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o) rincian
masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi
kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
3. Kemudian
terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan
Komisaris dari setiap perseroan yang menggabungkan diri.
C. Penggabungan
disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan
Komisaris dari masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian
rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk
mendapat persetujuan.
Pasal 87 ayat (1) UUPT mensyaratkan
bahwa keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Mengutip
yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491), penjelasan pasal
ini mengatakan, yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil
kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam
RUPS.
Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal
89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui
Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar.
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam
rangka penggabungan perseroan yang harus diterapkan dan ditegakkan (Hukum
Perseroan Terbatas, M. Yahya Harahap, S.H., hal. 491):
1. Prioritas
pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengan cara musyawarah
untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan RUPS yang disetujui
bersama oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
2. Namun, apabila
gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mufakat yang digariskan Pasal
87 ayat [1] UUPT dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan
yang ditetapkan Pasal 89 ayat [1] UUPT, yakni keputusan RUPS sah
apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagi dari jumlah suara yang
dikeluarkan.
Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai
kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit:
· 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau
diwakili dalam RUPS;
· Sedang
keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai
kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroan mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga
(lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).
D. Pembuatan
akta penggabungan
Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan
penggabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah
Akta Penggabungan (lihat Pasal 128 ayat [1] UUPT) yang dibuat:
· di
hadapan notaris; dan
· dalam
Bahasa Indonesia.
Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan
untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM
(“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3] UUPT) untuk dicatat dalam
daftar perseroan.
Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”)
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT maka perlu
adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk
mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD. Lebih jauh
simak Haruskah Merger dan Akuisisi Disetujui Menteri?
E. Pengumuman
hasil penggabungan
Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan
bagi Direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasil
penggabungan dengan cara:
· diumumkan
dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;
· dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya
penggabungan.
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang
berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a) persetujuan Menteri atas
perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b) pemberitahuan diterima
Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar.
(lihat Penjelasan Pasal
133 UUPT).
Demikian jawaban dari
kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Sumber :